KoranPerjuangan.Com, Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, telah mengajukan permohonan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi dan tidak memperpanjang izin Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan besar swasta (PBS) dan hutan tanaman industri (HTI) yang tidak memenuhi kewajiban memberikan plasma 20 persen kepada masyarakat. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya konflik seperti yang baru-baru ini terjadi di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan.
“Saya mohon kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo untuk mengevaluasi perusahaan besar swasta (PBS) dan hutan tanaman industri (HTI) yang tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan plasma 20 persen, agar izin HGU mereka tidak diperpanjang atau bahkan dicabut,” ujar Sugianto dalam pernyataannya seperti yang dilansir dari situs resmi Diskominfo Kalteng, Senin (9/10).
Menurutnya, PBS dan HTI yang tidak memenuhi kewajiban plasma 20 persen dapat menjadi penyebab terjadinya konflik sosial di masyarakat. Sugianto mengungkapkan pandangannya setelah berdialog dengan aparat penegak hukum dan warga yang ditahan akibat konflik di Bangkal. Dialog ini menghasilkan pembebasan 20 orang warga yang ditahan terkait konflik tersebut.
Sugianto juga menyatakan bahwa konflik antara warga dan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) di Desa Bangkal terjadi karena dugaan ketidakadilan. Dia menekankan bahwa masyarakat menuntut hak mereka sesuai dengan ketentuan yang mengharuskan perusahaan untuk mengalokasikan 20 persen plasma.
Penting untuk dicatat bahwa permohonan untuk mengevaluasi PBS dan HTI bukanlah yang pertama kali diajukan oleh pihak Sugianto. Dia menyatakan bahwa pihaknya telah beberapa kali menyuarakan permohonan serupa.
“Sudah berulang kali kita sampaikan dan bermohon secara resmi, dan kami berharap agar pemerintah pusat dapat memberikan perhatian terhadap hal ini,” katanya.
Sugianto juga berharap agar konflik di Seruyan dapat segera diselesaikan dan tidak terulang kembali. Dia meyakini bahwa hal ini dapat dicapai dengan saling memahami hak dan kewajiban masing-masing pihak.
“Konflik ini tidak akan terjadi dan tidak akan terulang, jika masing-masing pihak saling memahami dan memaknai antara hak dan kewajiban. Kalimantan Tengah adalah masyarakat yang terbuka dan menjunjung tinggi adab yang berlandaskan falsafah Huma Betang. Harapan kita Perusahaan Besar Swasta yang beroperasi di Kalimantan Tengah, bukan hanya menjalankan kewajiban plasma 20 persen, namun lebih dari itu,” ujarnya.
Sebagai informasi, konflik antara warga Desa Bangkal dan PT HMBP telah berlangsung selama sebulan terakhir, mencapai puncaknya pada akhir pekan lalu, Sabtu (7/10). Pada saat itu, bentrokan terjadi antara warga yang menuntut PT HMBP untuk memenuhi kewajiban plasma 20 persen dan aparat keamanan.
Dalam peristiwa tersebut, terdapat korban luka dan bahkan ada korban tewas akibat luka tembakan. Dua warga mengalami luka berat dan saat ini sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Ulin Banjarmasin.
“Saya, sebagai Gubernur Kalimantan Tengah, merasa prihatin atas insiden konflik antara warga Desa Bangkal Kabupaten Seruyan dan PT Hamparan Masawit Bangun Persada yang menyebabkan korban meninggal dunia dan luka berat akibat bentrokan dengan aparat. Untuk menjaga keadilan bagi warga, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah akan menanggung biaya pengobatan korban konflik sepenuhnya,” ungkap Sugianto.